Monday, October 10, 2016

Identitasku Sebagai Guru

34Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan  kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala.  Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.
Markus 6:34

Banyak orang mengambil profesi sebagai guru tetapi tidak sunggguh-sungguh menyadari apa artinya menjadi guru.  Identitas sebagai guru rupanya sudah banyak terkontaminasi oleh praktek-praktek yang hanya berkaitan dengan proses pemberian instruksi.  Guru seringkali di dalam pikiran banyak orang hanyalah sebagai pemberi instruksi.  Di pendidikan formal, ketika murid datang ke kelas, guru hanyalah bertugas memberi instruksi kepada murid untuk melakukan ini dan itu.  Tidak lagi dipandang perlu guru memberikan pengajaran dan pendidikan sampai murid boleh mengerti, memahami, dan menguasai subyek pembelajaran.  Yang justru seringkali terjadi adalah guru memberi tugas dan instruksi saja kepada murid.  Dan murid diasumsikan harus bisa belajar mandiri.  Instruksi dan tugas yang diberikan dianggap cukup untuk murid dapat mengerti, memahami, dan menguasai subyek pembelajaran.  Maka guru di kelas tidak lagi mengajar.  Guru di kelas tidak lagi bertanggungjawab jika murid tidak mengerti, tidak memahami, ataupun tidak menguasai subyek pembelajaran.  Pengertian, pemahaman, dan penguasaan subyek pembelajaran adalah tanggungjawab murid sendiri.  Sedang guru hanyalah pemberi perintah. 
Guru disini bertindak seperti mandor yang hanya menunjukkan apa yang harus dikerjakan.  Kalau ada murid bertanya karena tidak mengerti, atau murid menghadapi masalah dengan subyek pembelajaran, maka guru tidak memberi arahan, melainkan hanya mengatakan: “cari sendiri” atau “pikir sendiri.”  Terjadilah pergeseran tanggungjawab.  Guru tidak lagi bertanggungjawab atas bagaimana murid yang dipercayakan kepadanya mengerti atau tidak, memahami atau tidak, menguasai atau tidak.  Semua tanggungjawab itu jatuh kepada murid semata – dan orang tua.  Maka menjamurlah tempat les-les an atau bimbel (bimbingan belajar) di luar jam sekolah demi supaya murid mampu mengerjakan tugas dan menyelesaikan ujian dengan nilai yang diharapkan.

Terjadi pulalah pergeseran identitas guru.  Guru bukan lagi menjadi pendidik bagi murid-murid, melainkan guru akhirnya menjadi “pengawas” murid.  Perbedaan identitas ini sangat jauh seperti bumi dan langit.  Pengawas hanyalah fokus pada mengekspos murid-murid yang tidak mencapai standar yang dituliskan sekolah.  Sedangkan pendidikan berfokus kepada usaha membawa murid-murid dari tidak mengerti menuju mengerti, dari tidak paham menuju pemahaman, dari tidak menguasai menuju penguasaan subyek pembelajaran.  Pendidik meletakkan tanggungjawab pembelajaran murid-murid pada dirinya sendiri disamping menuntut murid untuk proaktif dalam usaha belajar.  Pengawas tidak merasa bertanggungjawab apapun untuk pembelajaran murid.  Suatu kualitas yang sering disebut sebagai compassion itu tidak ada di diri pengawas tetapi ada di diri pendidik.

Tuhan Yesus di Markus 6:34 memiliki kualitas compassion tersebut yang mendorong Dia untuk mendidik orang banyak yang mengikuti Dia.  Tuhan Yesus tahu apa yang dibutuhkan oleh orang banyak ini.  Mereka perlu mencapai suatu tingkat keberadaan diri yang sesuai dengan Kerajaan Allah jika mereka akan hidup didalamnya.  Kerinduan hati mereka untuk masuk kerajaan Allah ditunjukkan dalam kerelaan mereka mengikut Tuhan Yesus.  Tetapi hidup mereka masih jauh dari standar kerajaan sorga.  Maka Tuhan Yesus mendidik mereka untuk mengikuti pola hidup yang dituntut di dalam kerajaan Allah.  Di dalam compassion Dia yang sangat dalam, Tuhan tidak bisa membiarkan orang banyak berjalan di jalan yang salah.  Maka Tuhan mengambil bagi DiriNya sendiri tanggungjawab mengajarkan kehidupan kerajaan sorga bagi orang-orang yang mengikut Dia.  Sampai akhir hidupNya Tuhan Yesus terus mengajar murid-muridNya.  Bahkan Dia harus membayar dengan nyawaNya untuk membuka pikiran pengikutNya supaya mereka boleh mengerti, memahami, dan mempraktekkan hidup kerajaan Allah di dalam hidup mereka.  Tuhan Yesus menghidupi kehidupan kerajaan Allah di dalam DiriNya justru di saat seluruh isi dunia membenci pola hidup yang suci seperti yang Tuhan Yesus hidupi.

Identitas guru yang sejati ada pada Diri Tuhan Yesus.  Inilah model yang sejati bagi kita sekalian yang hendak atau sudah menyebut diri atau disebut oleh orang lain sebagai guru.  Guru bukan pengawas.  Guru bukan penjaga penjara.  Guru bukan polisi.  Guru bukanlah pemerintah.  Guru adalah pendidik.  Dan tugas mendidik adalah memastikan murid-murid boleh dibawa dari tidak mengerti menjadi mengerti, tidak paham menjadi paham, tidak bisa menjadi bisa.  Kualitas compassion itu harus ada di dalam diri seorang guru.  Tanpa compassion seorang guru tidak akan memikirkan dan melakukan sesuatu demi kebaikan murid-muridnya.  Ketika kita sebagai guru ber-refleksi dan mengevaluasi diri, perlulah kita bertanya apakah kita ini guru yang adalah pendidik?  Ataukah kita ini guru yang hanyalah operator buku teks, atau pengawas, atau penjaga penjara, atau polisi?  Pastikan identitasmu sebelum engkau kembali dan mulai bertugas lagi mengajar di kelasmu.  Jika kita menyadari bahwa kita adalah guru yang adalah pendidik, maka kita adalah guru sejati.  Tetap jika kita selama ini hanya menjadi pengawas, penjaga penjara, polisi, maka kita bukanlah guru sebenarnya.  Memberi instruksi belaka tidak menjadikan engkau guru.

No comments: