34Ketika
Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah
hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang
tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah
Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.
Markus 6:34
Banyak
orang mengambil profesi sebagai guru tetapi tidak sunggguh-sungguh menyadari
apa artinya menjadi guru. Identitas
sebagai guru rupanya sudah banyak terkontaminasi oleh praktek-praktek yang
hanya berkaitan dengan proses pemberian instruksi. Guru seringkali di dalam pikiran banyak orang
hanyalah sebagai pemberi instruksi. Di
pendidikan formal, ketika murid datang ke kelas, guru hanyalah bertugas memberi
instruksi kepada murid untuk melakukan ini dan itu. Tidak lagi dipandang perlu guru memberikan pengajaran dan
pendidikan sampai murid boleh mengerti, memahami, dan menguasai subyek
pembelajaran. Yang justru seringkali
terjadi adalah guru memberi tugas dan instruksi saja kepada murid. Dan murid diasumsikan harus bisa belajar
mandiri. Instruksi dan tugas yang
diberikan dianggap cukup untuk murid dapat mengerti, memahami, dan menguasai
subyek pembelajaran. Maka guru di kelas
tidak lagi mengajar. Guru di kelas tidak
lagi bertanggungjawab jika murid tidak mengerti, tidak memahami, ataupun tidak
menguasai subyek pembelajaran. Pengertian,
pemahaman, dan penguasaan subyek pembelajaran adalah tanggungjawab murid
sendiri. Sedang guru hanyalah pemberi
perintah.
Guru disini bertindak seperti mandor yang hanya menunjukkan apa yang harus dikerjakan. Kalau ada murid bertanya karena tidak mengerti, atau murid menghadapi masalah dengan subyek pembelajaran, maka guru tidak memberi arahan, melainkan hanya mengatakan: “cari sendiri” atau “pikir sendiri.” Terjadilah pergeseran tanggungjawab. Guru tidak lagi bertanggungjawab atas bagaimana murid yang dipercayakan kepadanya mengerti atau tidak, memahami atau tidak, menguasai atau tidak. Semua tanggungjawab itu jatuh kepada murid semata – dan orang tua. Maka menjamurlah tempat les-les an atau bimbel (bimbingan belajar) di luar jam sekolah demi supaya murid mampu mengerjakan tugas dan menyelesaikan ujian dengan nilai yang diharapkan.
Guru disini bertindak seperti mandor yang hanya menunjukkan apa yang harus dikerjakan. Kalau ada murid bertanya karena tidak mengerti, atau murid menghadapi masalah dengan subyek pembelajaran, maka guru tidak memberi arahan, melainkan hanya mengatakan: “cari sendiri” atau “pikir sendiri.” Terjadilah pergeseran tanggungjawab. Guru tidak lagi bertanggungjawab atas bagaimana murid yang dipercayakan kepadanya mengerti atau tidak, memahami atau tidak, menguasai atau tidak. Semua tanggungjawab itu jatuh kepada murid semata – dan orang tua. Maka menjamurlah tempat les-les an atau bimbel (bimbingan belajar) di luar jam sekolah demi supaya murid mampu mengerjakan tugas dan menyelesaikan ujian dengan nilai yang diharapkan.
Terjadi
pulalah pergeseran identitas guru. Guru
bukan lagi menjadi pendidik bagi murid-murid, melainkan guru akhirnya menjadi
“pengawas” murid. Perbedaan identitas
ini sangat jauh seperti bumi dan langit.
Pengawas hanyalah fokus pada mengekspos murid-murid yang tidak mencapai
standar yang dituliskan sekolah.
Sedangkan pendidikan berfokus kepada usaha membawa murid-murid dari
tidak mengerti menuju mengerti, dari tidak paham menuju pemahaman, dari tidak
menguasai menuju penguasaan subyek pembelajaran. Pendidik meletakkan tanggungjawab
pembelajaran murid-murid pada dirinya sendiri disamping menuntut murid untuk
proaktif dalam usaha belajar. Pengawas
tidak merasa bertanggungjawab apapun untuk pembelajaran murid. Suatu kualitas yang sering disebut sebagai compassion itu tidak ada di diri
pengawas tetapi ada di diri pendidik.
Tuhan
Yesus di Markus 6:34 memiliki kualitas
compassion tersebut yang mendorong Dia untuk mendidik orang banyak yang
mengikuti Dia. Tuhan Yesus tahu apa yang
dibutuhkan oleh orang banyak ini. Mereka
perlu mencapai suatu tingkat keberadaan diri yang sesuai dengan Kerajaan Allah
jika mereka akan hidup didalamnya. Kerinduan hati mereka
untuk masuk kerajaan Allah ditunjukkan dalam kerelaan mereka mengikut Tuhan
Yesus. Tetapi hidup mereka masih jauh
dari standar kerajaan sorga. Maka Tuhan
Yesus mendidik mereka untuk mengikuti pola hidup yang dituntut di dalam
kerajaan Allah. Di dalam compassion
Dia yang sangat dalam, Tuhan tidak bisa membiarkan orang banyak berjalan di
jalan yang salah. Maka Tuhan mengambil
bagi DiriNya sendiri tanggungjawab mengajarkan kehidupan kerajaan sorga bagi
orang-orang yang mengikut Dia. Sampai
akhir hidupNya Tuhan Yesus terus mengajar murid-muridNya. Bahkan Dia harus membayar dengan nyawaNya
untuk membuka pikiran pengikutNya supaya mereka boleh mengerti, memahami, dan
mempraktekkan hidup kerajaan Allah di dalam hidup mereka. Tuhan Yesus menghidupi kehidupan kerajaan
Allah di dalam DiriNya justru di saat seluruh isi dunia membenci pola hidup
yang suci seperti yang Tuhan Yesus hidupi.
Identitas
guru yang sejati ada pada Diri Tuhan Yesus.
Inilah model yang sejati bagi kita sekalian yang hendak atau sudah
menyebut diri atau disebut oleh orang lain sebagai guru. Guru bukan pengawas. Guru bukan penjaga penjara. Guru bukan polisi. Guru bukanlah pemerintah. Guru adalah pendidik. Dan tugas mendidik adalah memastikan
murid-murid boleh dibawa dari tidak mengerti menjadi mengerti, tidak paham
menjadi paham, tidak bisa menjadi bisa.
Kualitas compassion itu harus
ada di dalam diri seorang guru. Tanpa compassion seorang guru tidak akan
memikirkan dan melakukan sesuatu demi kebaikan murid-muridnya. Ketika kita sebagai guru ber-refleksi dan
mengevaluasi diri, perlulah kita bertanya apakah kita ini guru yang adalah
pendidik? Ataukah kita ini guru yang hanyalah operator buku teks, atau pengawas,
atau penjaga penjara, atau polisi? Pastikan identitasmu
sebelum engkau kembali dan mulai bertugas lagi mengajar di kelasmu. Jika kita menyadari bahwa kita adalah guru
yang adalah pendidik, maka kita adalah guru sejati. Tetap jika kita selama ini hanya menjadi
pengawas, penjaga penjara, polisi, maka kita bukanlah guru sebenarnya. Memberi
instruksi belaka tidak menjadikan engkau guru.
No comments:
Post a Comment