18Hajarlah
anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya.
Amsal 19:18
Guru
secara alamiah diberikan otoritas atas hidup murid-muridnya. Otoritas ini datang dengan semacam kuasa yang
dapat mempengaruhi hidup murid. Setiap
orang yang diberikan kuasa perlu hati-hati dalam menggunakan kuasa
tersebut. Kuasa yang besar ini memiliki
dua mata pedang. Kuasa ini bisa dipakai
untuk membangun, tetapi juga bisa dipakai untuk menghancurkan. Kuasa yang diberikan oleh Tuhan kepada guru
adalah kuasa yang paling agung. Oleh
karena itu kuasa ini bisa juga menjadi kuasa yang paling destruktif di seluruh
alam semesta. Orang-orang yang paling
agung di sepanjang sejarah bukanlah orang-orang yang memenangkan peperangan,
atau orang-orang yang paling kaya, atau orang-orang yang paling sukses dalam
karir dan hidupnya, tetapi orang-orang yang paling agung adalah orang-orang
yang mengajar di dalam integritas yang tinggi.
Orang-orang seperti Yesus Kristus, Mahatma Gandhi, Sidharta Gautama,
Konghucu, Muhammad, Sokrates, Plato, Aristoteles, adalah orang-orang yang
paling berpengaruh dalam sepanjang segala abad.
Di dalam diri mereka ada suatu kuasa yang sangat besar, yang pedang
tidak mampu mematikannya. Justru kuasa perkataan
mereka mampu membuat orang meletakkan pedangnya dan menyerahkan hidupnya. Napoleon Bonaparte mengakui bahwa walaupun
dia adalah jendral perang yang hebat, pemimpin bangsa yang luar biasa, penakluk
negara-negara yang tangguh, dia bukanlah orang teragung dalam sejarah. Napoleon lalu mengaku bahwa Yesus Kristus
orang Nazareth itu yang hidupnya sederhana, yang tidak pernah mengangkat
pedang, yang tidak pernah menaklukkan negara dengan kekuatan militer, justru
adalah orang teragung, sebab semua bangsa takluk kepadaNya dan kerajaanNya
terus berdiri sepanjang masa tanpa ada kekuatan militer apapun mampu
menaklukkannya.
Kuasa yang besar ini perlu dikontrol oleh diri
guru itu sendiri. Penguasaan diri ini
adalah integritas guru yang paling sulit dijaga. Lebih mudah menggunakan kuasa pada saat hati
ingin menggunakannya. Jauh lebih mudah
menggunakan kuasa untuk menghancurkan daripada membangun. Suatu diskusi yang mendalam dalam refleksi
akan kuasa adalah bagaimana seorang yang memiliki kuasa itu menggunakan
kuasanya. Perbedaan superhero dan villain
adalah bukan pada kuasa dan kekuatan yang dimilikinya. Perbedaannya ada pada bagaimana kuasa dan
kekuatan tersebut digunakan. Superhero menggunakannya untuk kebaikan
orang lain, atau dengan kata lain untuk membangun. Sedangkan villain
menggunakannya untuk keuntungan diri sendiri, atau dengan kata lain untuk
mengancurkan yang tidak setuju dengannya.
Bagaimana guru memakai kuasa yang diberikan kepadanya?
Tahun 1996 ada satu film dengan judul Matilda yang mengetengahkan tema
pendidikan. Matilda adalah gadis kecil
yang baru saja masuk SD. Di SD dia
dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang jahat, Agatha. Agatha sangatlah berkuasa. Dan dia menggunakan kekuasaannya dengan
semena-mena. Bukan untuk tujuan
membangun. Tetapi untuk tujuan
menghancurkan siapapun yang tidak setuju dengannya atau yang tidak menurut
padanya. Agatha menerapkan sistem
hukuman yang sadis. Maka dalam hal ini
Agatha menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya sebagai guru. Guru harus menjaga integritas dirinya supaya
tidak menyalahgunakan kekuasaannya seperti Agatha. Amsal 19:18 mengingatkan orang tua yang
adalah guru alami bagi anaknya, untuk berhati-hati dalam menggunakan
kekuasaannya. Anak yang lahir dalam
dunia berdosa dan dalam kondisi berdosa ini memang suatu waktu perlu dihajar
untuk meluruskan jalannya, tetapi orang tua diperingatkan oleh Amsal untuk
tidak menghajar dengan motivasi menginginkan kematian anaknya. Disinilah integritas guru yang tersulit. Kuasa yang besar perlu dijaga dengan
integritas yang tinggi. Dengan demikian
kuasa ini boleh dipakai untuk membangun dan bukan untuk menghancurkan.
No comments:
Post a Comment