16Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya. 17Ia mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. 18Ia tahu bahwa pendapatannya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak padam. 19Tangannya ditaruhnya pada jentera, jari-jarinya memegang pemintal. 20Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan tangannya kepada yang miskin. 21Ia tidak takut kepada salju untuk seisi rumahnya, karena seluruh isi rumahnya berpakaian rangkap. 22Ia membuat bagi dirinya permadani, lenan halus dan kain ungu pakaiannya. 23Suaminya dikenal di pintu gerbang, kalau ia duduk bersama-sama para tua-tua negeri. 24Ia membuat pakaian dari lenan, dan menjualnya, ia menyerahkan ikat pinggang kepada pedagang. 25Pakaiannya adalah kekuatan dan kemuliaan, ia tertawa tentang hari depan. 26Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. 27Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya. 28Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia: 29Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua. 30Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji. 31Berilah kepadanya bagian dari hasil tangannya, biarlah perbuatannya memuji dia di pintu-pintu gerbang!
Amsal 31:10-31
Teks Alkitab ini memang tidak langsung berbicara mengenai
ibu, tetapi ada kualitas ibu yang disentuh di dalam teks ini yang merupakan
satu paket dengan kualitas istri yang bijaksana. Secara khususnya yaitu bahwa ibu ini mengatur
rumah tangganya dengan sangat baik sehingga semua kebutuhan rumah tangga
terpenuhi. Baik kebutuhan fisik maupun
kebutuhan spiritual. Ibu ini dengan giat
menyiapkan dan menyediakan semua kebutuhan rumah tangga bagi seisi
rumahnya. Ibu ini juga dikatakan membuka
mulutnya dengan hikmat, sehingga dia pun mengajar dengan bijaksana. Maka kebutuhan jasmani dan rohani dipenuhi
dengan baik. Inilah gambaran ibu rumah
tangga yang ideal. Teks seperti ini
hanya muncul satu kali di seluruh Alkitab.
Amsal 31 ini adalah satu-satunya tempat ditemukannya pengajaran dan
penggambaran ibu rumah tangga yang dianggap ideal. Maka setiap kata di
dalam teks ini perlu diperhatikan dengan seksama.
Di zaman modern ini kita akan sangat
sulit menganggap penggambaran di Amsal 31 ini dengan serius. Teks inipun adalah salah satu teks yang
paling jarang dikhotbahkan di zaman modern ini.
Alasannya sederhana, yaitu karena dianggap tidak lagi relevan dengan
konteks zaman yang mana para ibu banyak yang lebih memilih peran sebagai wanita
karir. Saya tidak akan memberikan
penilaian mana lebih baik dari mana atau mana boleh mana tidak. Biarlah masing-masing memikirkan hal ini lebih
dalam dan mengambil keputusan sendiri yang dipertanggungjawabkan sendiri di
hadapan Tuhan. Tetapi saya akan
menjelaskan disini secara singkat gambaran di Amsal 31 ini dalam kaitannya
dengan pendidikan anak-anak yang lahir bagi kita.
Tidak bisa disangkali bahwa anak-anak
yang lahir bagi kita adalah tanggungjawab kita.
Tidak ada satu orang tua pun yang bisa atau boleh mengatakan bahwa anak
yang lahir bagi mereka adalah bukan tanggungjawab mereka. Tanggungjawab pemeliharaan dan pendidikan
adalah lebih berat dan serius semakin muda usia anaknya. Ini sebab semakin muda anak maka semakin
bergantunglah anak kepada orang tua. Dan
orang tualah yang diberikan oleh Tuhan kasih yang pertama dan yang paling alami
kepada anak-anak mereka sendiri. Kasih
ini menjadi dasar yang sangat penting dalam usaha pendidikan. Tanpa kasih maka pendidikan tidak akan
berjalan dengan baik. Orang tualah yang
mempunyai visi untuk kehidupan anak-anaknya.
Orang tualah yang memiliki harapan atas masa depan anak-anaknya. Dengan kata lain, orang tua tidak bisa
digantikan oleh siapapun dalam domain tersebut.
Jika digantikan, maka pasti ada reduksi dalam kualitas. Yang jelas
kualitas kasihnya akan berbeda.
Bersamaan dengan itu adalah kualitas harapan dan visi. Jika hal ini diterapkan kepada diskusi
pilihan menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir, maka perlu disadari bahwa
untuk anak-anak yang masih relatif muda, keberadaan ibu di rumah masih tetap
menjadi pilihan terbaik untuk kebutuhan anak-anaknya. Tidak juga dapat dipungkiri bahwa ketika ibu
memilih untuk berkarir dan harus meninggalkan anak-anaknya, maka secara
otomatis ada pendelegasian tugas untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Di dalam asumsi ayah yang juga bekerja, maka
pendelegasian seringkali jatuh kepada orang lain yang bukan termasuk kepada
keluarga inti. Bisa jatuh ke keluarga
yang lain seperti paman atau bibi atau kakek atau nenek. Jika tidak ada anggota keluarga lain yang
bisa, maka pendelegasian akan jatuh kepada orang yang benar-benar asing, orang
upahan. Semakin jauh dari konteks
keluarga, semakin kasih, visi, dan harapan tersebut akan terreduksi. Tanpa menyebutkan hal tentang kualitas
sentuhan, pandangan, perkataan, sikap dalam menghadapi sesuatu, perilaku keagamaan,
instruksi akan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik mana yang jahat,
termasuk waktu kebersamaan dan pengetahuan yang bertumbuh dengan pengenalan
satu sama lain. Ini adalah hal-hal yang
perlu dengan serius dipikirkan ketika hendak mengambil keputusan apakah akan
menjadi ibu rumah tangga atau mengejar karir.
Pilihan yang manapun pasti akan ada
yang dikorbankan. Memilih menjadi ibu
rumah tangga akan mengorbankan income yang mungkin didapat jika menjadi wanita
karir, dan juga aktualisasi diri melalui profesionalitas dan keahlian diri juga
mau tidak mau akan terreduksi dan bukan tidak mungkin akan dikorbankan, belum
lagi soal kehormatan yang bisa didapat dari masyarakat yang harus dikorbankan
jika memilih menjadi ibu rumah tangga. Memilih
jalur karir pun juga ada yang perlu dikorbankan. Waktu untuk bersama anak jelas akan
dikorbankan. Karena waktu prime pasti
akan didedikasikan untuk karir, sehingga anak akan mendapat waktu setelah tubuh
dan mental lelah. Pengorbanan ini
signifikan sebab banyak hal yang lain yang akhirnya ikut dikorbankan, seperti
yang disebutkan di paragraf sebelumnya. Kembali
kepada pemilihan antara menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir. Jika tidak ada anak, maka pilihan akan
menjadi lebih mudah. Tetapi ketika anak lahir,
maka pilihan menjadi berlipat-lipat kesulitannya. Semuanya akhirnya akan berpulang kepada
masing-masing pribadi. Di sini saya
hanya bisa memberikan wawasan supaya para ibu boleh mengambil keputusan yang
baik dan yang boleh dipertanggungjawabkan dengan serius di hadapan Tuhan. Tentunya ini bukan pergumulan yang gampang,
dan bukan pergumulan yang bisa diselesaikan dalam satu malam. Tetapi pergumulan ini biasanya akan terus
menggantung di dalam diri sepanjang hidup.
No comments:
Post a Comment